Armansyah,SE.,M.Psi / Wakil Ketua III BAZNAS Provinsi Sumatera Utara

Dasar Hukum & Mekanisme Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak

14/07/2025 | Armansyah,SE.,M.Psi / Wakil Ketua III BAZNAS Provinsi Sumatera Utara

 

Dasar hukum dan mekanisme Zakat pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sudah ada sejak 14 tahun silam, tapi masih banyak masyarakat yang masih belum memahami bahkan ragu ketika ingin menerapkannya dalam perhitungan pajak mereka. Dalam suatu kesempatan seorang pengusaha yang tergabung dalam sebuah asosiasi bertanya apakah benar zakat bisa mengurangi pajak. Pertanyaan ini tentu saja perlu mendapat penjelasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain nada keraguan, pertanyaan diatas juga menunjukkan bahwa masyarakat masih belum paham sepenuhnya antara zakat pengurang pajak dengan zakat pengurang penghasilan kena pajak. 

Penelitian yang dilakukan Muchran (2022), Pramesti (2024)&Nurhidayah (2025) menunjukkan bahwa paling tidak ada 3 hal yang menyebabkan implementasi zakat pengurang penghasilan kena pajak belum maksimal dimasyarakat antara (1) kurangnya sosialisasi lembaga pengelola zakat;(2) kompleksitas peraturan pajak; serta (3) keterbatasan akses informasi tentang zakat dan pajak. Untuk itu, perlu lebih banyak literasi untuk membuka wawasan masyarakat. Artikel ini berisi penjelasan dasar hukum terbaru, mekanisme, menganalisis perbedaan zakat pengurang pajak dan zakat pengurang penghasilan kena pajak serta praktek perhitungannya.

Dasar Hukum & Mekanisme Zakat Pengurang PKP

Ketentuan mengenai zakat jadi pengurang zakat termaktub dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dalam Pasal 22 UU No. 23/2011, yang berbunyi:

 “Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak”.

Kemudian Pasal 23 menegaskan:

Baznas atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki (pemberi zakat), dan bukti tersebut digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.

Ketentuan zakat pengurang pajak juga disebutkan pada UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmoni Peraturan Perpajakan Perubahan Kelima atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan, pada Pasal 4 ayat (3) huruf a 1 berbunyi:

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Zakat dapat sebagai pengurang pajak penghasilan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. Pasal 1 (1) berbunyi:

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto : zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

Selanjutnya tata cara pembebanan zakat pengurang PKP dalam PP 60/2010 ini diatur dalam Pasal 3 yang berbunyi:  

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Adapun peraturan menteri keuangan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 254/PMK/03/2010 tentang tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada pasal 1 (1) berbunyi:

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi: zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah

Pasal 4 (1):

 “Zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah

Pasal 5:

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembayaran dan pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang dimaksud PMK diatas adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER – 6/PJ/2011 tentang pelaksanaan pembayaran dan pembuatan bukti pembayaran atas zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto:

Pasal 2 (1):

Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.

Pasal 2 (2):

Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) : 

a. dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan 

b. paling sedikit memuat : 

1) Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar; 

2) Jumlah pembayaran; 

3) Tanggal pembayaran; 

4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan 

5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau 

6) Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank. 

Pasal 3:

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila : 

a. tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau 

b. bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). 

Pasal 4 (1):

Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut. 

Pasal 4 (2):

Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat (1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.

Jenis Zakat Dan Lembaga Pengelola Zakat

Jenis pembayaran Zakat yang dilampirkan dalam SPT Pajak

1. Zakat Fitrah

2. Zakat Maal

3. Zakat Profesi; gaji dan honorarium

Badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah dapat dilihat pada peraturan Dirjen Pajak NOMOR PER-3/PJ/2024.

Perbedaan Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak Dengan Zakat Pengurang Pajak

Contoh Perhitungan Zakat Pengurang PKP dan Zakat Pengurang Pajak

Rudi, seorang karyawan tetap berstatus lajang tanpa tanggungan, memperoleh penghasilan selama tahun 2024 sebesar Rp240.000.000. Sebagai umat Islam yang taat, Rudi menghitung dan membayar zakat penghasilan (profesi) ke BAZNAS SUMUT sebesar 2,5% per tahun. PPh Pasal 21 yang harus dibayar oleh Rudi sebagai berikut:

Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Simulasi Perhitungan Pph 21 (Karyawan/Pegawai) 

URAIAN

BERZAKAT

TIDAK BERZAKAT

Jumlah penghasilan bruto

    240.000.000

     240.000.000

Zakat (2,5%x 240.000.000)

        6.000.000

 

Jumlah penghasilan bruto setelah bayar zakat

    234.000.000

     240.000.000

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP TK/0)

      54.000.000

      54.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

    180.000.000

     186.000.000

Pajak terutang (PP 58/2023) Ter A sebesar 9%

      16.200.000

      16.740.000

Penghematan setelah berzakat

          540.000

                    -  

Dengan membayar zakat penghasilan sebesar Rp6.000.000, pajak terutang Rudi yang seharusnya Rp16.740.000 menjadi Rp16.200.000 atau berkurang sebesar Rp540.000

Zakat Pengurang Pajak

Simulasi Perhitungan Pph 21 (Karyawan/Pegawai)

URAIAN

ZAKAT PENGURANG PKP

ZAKAT PENGURANG PAJAK

Jumlah penghasilan bruto

    240.000.000

     240.000.000

Zakat (2,5%x 120.000.000)

        6.000.000

        3.000.000

Jumlah penghasilan bruto setelah bayar zakat

    234.000.000

     240.000.000

Penghasilan tidak kena pajak (PTKP TK/0)

      54.000.000

      54.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

    180.000.000

     186.000.000

Pajak terutang (PP 58/2023) Ter A sebesar 9%

      16.200.000

      16.740.000

Zakat (pengurang pajak)

 -

        6.000.000

Pajak setelah dikurangi zakat

 -

      10.740.000

Berbeda dengan perhitungan zakat pengurang pajak, pembayaran zakat sebesar Rp6.000.000 akan mengurangi pajak terutang sebesar jumlah zakat yang dibayarkan.

Perbedaan antara zakat pengurang penghasilan kena pajak dan zakat pengurang pajak terletak pada bagaimana zakat tersebut mempengaruhi perhitungan pajak. Zakat pengurang penghasilan kena pajak mengurangi penghasilan kena pajak, sedangkan zakat pengurang pajak tidak mengurangi penghasilan kena pajak tapi langsung mengurangi jumlah pajak yang terutang. 

Dasar hukum yang berlaku di Indonesia saat ini masih Zakat pengurang penghasilan kena pajak, harapannya kedepan bisa pada penerapan Zakat pengurang pajak. Pembayaran zakat dari sisi angka memang belum besar pengaruhnya pada besarnya pajak terutang, namun dengan menggunakan fasilitas zakat pengurang penghasilan kena pajak,  ummat Islam di Indonesia sudah menjalankan 2 kewajiban sekaligus. Kewajiban agama Islam dan kewajiban pada negara melalui pajak.

Referensi:

1. UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

2. UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmoni Peraturan Perpajakan

3. PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 254/PMK/03/2010

5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 6/PJ/2011 

6. Peraturan Dirjen Pajak NOMOR PER-3/PJ/2024

7. Muchran, M. et al. (2022) ‘Penerapan Pajak Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Orang Pribadi Pada BAZNAS Kab. Bulukumba’, Al-Buhuts, 18(16), pp. 241–249. Available at: https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab/article/view/2894%0Ahttps://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab/article/download/2894/1553.

8. Nurhidayah, Dina, N. (2025) ‘Pemanfaatan zakat sebagai instrumen tax planning pengurangan pkp orang pribadi (studi kasus di baznas kota cilegon)’, 10(1), pp. 98–102.

9. Pramesti, R.F., Priyono, A.P. and Bahrudin, A. (2024) ‘Implementasi Zakat Sebagai Pengurang Pajak Di Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Islam, 1(2), pp. 219–235. Available at: https://doi.org/10.24815/jimeki.v1i2.32711.

10. https://www.pajak.go.id

11. https://klikpajak.id/blog/zakat-pengurang-pajak/

12. https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pasal-21-2/

13. https://www.konsultanpajaksurabaya.com/penghitungan-pph-21-dengan-skema-ter-untuk-pegawai-yang-membayar-zakat#gsc.tab=0 

PROVINSI SUMATERA UTARA

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12